Langsung ke konten utama

1. Semedi di Gunung



foto dari artinriky.wordpress.com



Menangisku larut dalam deburan ombak
Terombang-ambing
Menunggu tawarnya laut
Tenggelam bersaama kawanan ikan
Meski kucoba lepaskan jangkar,
Kuterapung
Mungkin sampai horison
Hingga terbit kembali
Membawa sang mentari
Di ufuk timur.
Semoga…

Sifat sok sibukku di sekolah membuatku meninggalkan blog ini sampai dimakan rayap dan berlubang-lubang di pinggirnya. Baiklah kali ini aku akan menjawab permintaan dari mbak Maharani tentang semediku di gunung beberapa waktu yang lalu.
Tunggu sebentar…….
Akan kucoba mengingat-ingat lagi.







Hutan Milik Siapa?



Hari sabtu, entahlah tanggal berapa itu, yang jelas masih tahun 2009. Aku berangkat ke gunung Wilis, sebenarnya bukan bersemedi seperti biksu yang kulakukan, aku hanya mengikuti sebuah kegiatan organisasi Pecinta Alamku.
Kami sampai di sana saat hari sudah sore, matahari sudah berada di ufuk barat. Aku mengambil tugas untuk mencari rumah kepala RT setempat. Dalam proses pencarian itu akau sempat berbincang dengan seorang ibu yang akan menunjukkan rumah Pak RT. Dia menanyakan asalku dan dengan tujuan apa aku mencari Pak RT, selain itu dia juga bercerita jika ia juga punya anak yang seusia denganku. Ketika kutanyakan tentang sekolah anaknya dia hanya tersenyaum dan mengatakan jika anaknya bersekolah di sawah sambil mencari rumput. Aku mengerti maksud ibu tadi dan mencoba menerjemahkan makna senyumnya tadi.
Apa ia bangga dengan anaknya yang tak bersekolah?
Apa ia tak ingin melihat anaknya merasakan indahnya masa-masa sekolah?
Entahlah..
Banyak pertanyaan yang berkecamuk di otakku yang tak sempat berfikir karena kami sekarang sudah berada di depan rumah pak RT. Kami erkenalan dengan pak RT Dan dipersilakan masuk rumahnya. Dia orang yang ramah, dan kulihat dari caranya berbicara aku bisa menduga kalau bapak ini menjadi kepala RT ditunjuk oleh atasannya. (Sok tau bgt ya..). Sempat kulihat seorang gadis kecil di dalam rumah itu, trenyuh aku melihat senyumnya yang polos tanpa rumus.
Usai urusanku dengan pak RT kami kembali ke tempat berkemah. Di jalan sempat ku perhatikan kehidupan penduduk sekitar, yang menurutku (maaf) tertinggal beberapa tahun dari kehidupan di kota.
Keesokan harinya kudatangi tempat yang sekarang sudah tak terlihat seperti saat setahun yang lalu, saat terakhir aku ketempat itu. Hutan-hutan sudah berubah menjadi lahan jagung, pohon-pohon tak lagi lebat (mungkin sudah berbentuk kursi atau meja di rumah orang-orang kaya). Inilah yang akan kubahas kawan.

Menurut situs www.padangkini.com di Sumatera Barat hutan lindung (HL) berkurang sebanyak 158.061 hektar. Sementara hutan produksi terbatas (HPT) berkurang sebanyak 16.779 hektar, hutan produksi (HP) berkurang sebanyak 76.983 hektar. Dalam situs resmi Kabupaten bandung disebutkan 90 persen dari 791.519,33 hektare luas hutan di Jawa Barat, kondisinya rusak. Saat ini, lahan hutan yang rusak hanya berupa tanah kosong sehingga tidak berfungsi sebagai daerah resapan.

Senin, 12 Januari 2009
YOGYAKARTA,(PRLM).- Banjir yang melanda di berbagai daerah di Indonesia tidak bisa dilepas dari faktor pengurangan area hutan atau deforestri 1,7 juta hektare per tahun. "Angka ini melampaui taksiran deforestri antara 0,6 - 1,3 juta hektare per tahun," kata Direktur Pelaksana Pekan Raya Hutan dan Masyarakat (PRHM) 2009, Prof Dr Ir San Afri Awang di Yogyakarta, Senin (12/1).
Dia mengungkapkan, bila 1996, deforestri 2 juta hektare per tahun , maka 1980, deforestri sempat berkurang hanya 1 juta hektare per tahun. Sejak 1990, deforestri meningkat rata-rata 1,7 juta hektare per tahun. Total selama 50 tahun, luas hutan dari 162 juta hektare menjadi hanya 98 juta hektare.
Pakar kehutanan dari Java Learning Center (Javlec) Agus Affianto menyatakan pengurangan area hutan mengakibatkan masyarakat di sekitar hutan kehilangan sumber-sumber penghidupan. Data BPS periode 2000-2005 menunjukkan, 10,2 juta jiwa miskin atau 25% dari total penduduk miskin (48,8 juta) adalah masyarakat yang tinggal di sekitar hutan. Yang lebih memprihatinkan lingkungan rusak dan memacu perubahan iklim dengan konstribusi mencapai 20%.
"Lingkungan kehidupan mereka pun berubah, sumber air berkurang, longsor dan banjir di musim penghujan juga meningkat, kekeringan dan kelaparan di musim kemarau terjadi di berbagai tempat sekitar hutan," kata Agus Affianto.
Dia mengingatkan pentingnya pengelolaan hutan lestari dengan meningkatkan upaya-upaya rehabilitasi dan pemanfaatan hutan yang terkendali untuk kesejahteraan masyarakat. Khususnya, masyarakat yang penghidupannya secara langsung tergantung pada sumberdaya hutan. Mulai 2009 program ini ditargetkan pengelolaan hutan lestari bertambah seluas 10 juta hektar. (A-84/A-147)***
http://bksdakalsel.co.cc/


Jika kita hanya diam melihat itu semua. Mungkin sepuluh tahun kedepan hutan kita akan hilang.
Ditempat yang kudatangi itu hutan berkurang karena populasi penduduk yang semakin besar, sehingga kebutuhan akan tempat tinggal dan makanan ikut-ikutan naik. Penduduk akan terus memperluas pemukiman dan tak jarang mencaplok wilayah hijau. Selain itu kebutuhan akan penghidupan membuatnya bekerja, dan dalam hal ini masyarakat di sekitar hutan mengandalkan pertanian untuk menggantungkan hidupnya. (Mungkin) tanpa saar mereka telah mengurangi volume paru-paru dunia, mengusir hewan-hewan dari rumahnya, menghapuskan spesies-spesies langka dari catatan kehidupan. Sudahkah kawan membayangkan?
Kejam memang, akan tetapi alasan merekapun tak bisa kita abaikan. Mereka butuh kehidupan untuk keluarganya dan satu-satunya pekerjaan yang mereka kuasai adalah bertani di ladang. Jadi salahkah mereka?
Tentu tidak. Benturan habitat ini terjadi karena semakin banyaknya populasi manusia di daerah tersebut yang hampir seluruhnya bekerja di ladang. Ya, seperti yang telah kusebutkan tadi karena hanya bidang itu yang mereka kuasai. Jika memang sudah begitu adanya, maka mau tak mau pembahasan ini harus memasuki dunia pendidikan. Kuingat lagi pertemuanku dengan seorang ibu yang anaknya tidak bersekolah. Mungkin sebagian besar anak di sana tidak melanjutkan sekolah ke jenjang yang lebih tinggi dari SMP, atau bahkan SD, karena setahuku di daerah itu hanya ada sebuah TK dan SD. Sehingga saat mereka dewasa hanya bertanilah kemampuan yang mereka miliki.
Jika sudah tahu begitu adanya, solusi yang paling mungkin bagi kondisi ini adalah pemerataan pendidikan. Pemerintah daerah setempat harus segera memberikan fasilitas-fasilitas pendidikan yang layak untuk mereka, sepertinya membangun sekolah-sekolah lanjutan dan kejuruan akan lebih berguna bagi mereka daripada mengembangkan pariwisata di daerah itu. Kendala yang membuat para penduduk enggan menyekolahkan anak-anak mereka ke jenjang yang lebih tinggi pada umumnya adalah biaya. Jadi sudah saatnya juga pemerintah meringankan beban mereka dengan program sekolah gratis yang sering muncul di televisiku itu. Apalah artinya sekolah gratis jika tidak merata?
Selain itu pemerintah perlu memberikan penyuluhan-penyuluhan kepada warga karena pada umumnya warga menganggap pendidikan itu tidak penting jika pada akhirnya bertani juga. Perlu juga adanya lembaga di luar pemerintah untuk membantu memberikan skill lain bagi anak-anak muda di sana agar mereka tidak hanya berkutat dengan ladang. Jika sudah ada kemampuan, pemerintah tinggal memberikan pinjaman modal kepada mereka dan aku yakin pada akhirnya para pemuda akan bias mengembangkan usaha mereka.
Akupun tahu apa yang kutuliskan di atas akan mudah dilakukan. Bukan pula maksudku menggurui pemerintah, akan tetapi jika hal ini tidak segera kita tangani bukan tidak mungkin jika beberapa tahun kedepan hutan kita akan hilang dan akan lebih banyak bencana menghiasi berita di televisi-televisi ibu pertiwi.
Karena ini hutan kita semua


Komentar

  1. zups bener bangetz aku setuju dengan pendapat mas wahyu.. tapi apa yang dikatakan tak selamanya mudah dilakukan butuh waktu,tenaga,pikirn, dan tentunya biaya..menurutku pemerintah sudah melakukan yang terbaik untuk bangsanya.. zach entahlah... semuanya itu tergantung kita sebagai generasi muda yang musti lebih memajukannya...

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Bicara Tentang Pacaran

"Lebih baik langsung menikah daripada pacaran, aman." Seingatku begitu kata guruku saat berkomentar tentang tren anak muda sekarang : Pacaran. Tak ada yang salah dengan pendapat itu, malah secara sederhana bisa dikatakan benar. Namun saat kata-kata itu diucapkan pada anak-anak usia SMA rasanya terlalu berat. Tentu saja anak SMA belum siap untuk membangun rumah tangga baru diatas kata menikah. Tidur saja masih ikut emak. Selain itu pacaran dianggap banyak sisi negatifnya dibanding yang positif. Sudah sering saya jumpai cewek (saya sebut cewek karena saya anggap belum dewasa) yang hamil disaat masih pacaran. Jadi kesimpulan akhir dari kutipan diawal tadi adalah tidak usah pacaran. Apa sih enaknya pacaran? mungkin hanya manis diawal, saat sang pasangan baru mengatakan cinta. Jalan-jalan berdua, pergi nonton di bioskop, duduk berdua, bermanja-manjaan, bermesraan, atau yang parah sampai ML. Itu sebagian aktifitas saat pacaran yang saya tahu. Tak ada yang istimewa, kita pun bisa j...

Program Baru, Masalah Baru?

Aku hanya terdiam saat membaca sebuah selebaran dengan logo sebuah lembaga bimbingan belajar di bagian atasnya. Setelah tahu selebaran itu dikeluarkan oleh lembaga bimbingan belajar itu, minatku untuk membacanya semakin menipis. Karena kufikir selebaran itu hanya sebuah media promosi belaka. Selang waktu berganti, saat aku baru mengisi perutku yang langsing inio, aku mampir di sebuah warung kopi tempatku biasa nongkrong, dan kubaca berita di koran sama dengan di selebaran tadi. Jadi akhirnya aku tahu jika selebaran itu bukan hanya media promosi buta. Ini adalah berita besar kawan, yang menginvasi sebagian ruang otakku yang sempit. Menteri pendidikan baru punya program menghapus SNMPTN. Program yang bagus, penghapusan SNMPTN akan mempermudah jalan bagi calon-calon mahasiswa auntuk masuk ke Perguruan Tinggi Negeri yang diminatinya. Nilai UANpun akan lebih dihargai sebagai hasil kerja keras pelajar, karena selama ini nilai UAN hanya sebagai penghias di lembaran SKHUN. Padahal UAN...

Makhluk dari Hutan

Cerita ini bermula saat suatu hari aku dan teman-temanku ikut bimbingan belajar gratis di sebuah Lembaga Bimbingan Belajar di Kota Kediri . Kami berangkat dari sekolah dengan naik sepeda motor. Ngeeng...wuz..membelah keramaian jalan kota, Ngebut. Dan seolah-olah the changcuters ikut mengiringi keberangkatan kami. Gila-gilaan bersama teman-teman, gila-gilaan di akhir pekan. Gila-gilaan , gila-gilaan, gila-gilaan. Sampai di tempat les kami langsung masuk dan ikut les dengan hati riang gembira. setelah satu jam setengah, les usai dan kami sholat di musholla yang ada disana. Aku telah usai sholat saat beberapa temanku baru masuk Musholla, kutaruh tas dan duduk-duduk di depan ruang pengajar yang letaknya bersebelahan dengan Musholla tadi. Kurasakan mulutku kering dan kerongkonganku seperti baru dijemur, lalu aku tengok kanan-kiri mencari teman yang kira-kira membawa air minum (maklum, orang miskin. Eh, memang tuhan sayang aku, kulihat ada dispenser tak jauh dariku. Langsung kuperiksa a...